Catatan Yudi Sudirman, Jembatan Gantung, Pebulahangan

- Penulis

Sabtu, 27 September 2025 - 21:54 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sabtu siang itu, langkah saya terhenti di tepi Sungai Pebulahangan. Pandangan langsung tertuju pada jembatan gantung yang dua hari lalu nyaris ambruk. Tali sling yang karatan terlihat seperti urat tua yang sudah kehilangan tenaga, tapi tetap dipaksa menopang denyut hidup ratusan orang.

Di seberang sana, Tuleng sibuk menambatkan rakit kecilnya. “Lima ribu kalau motor kosong, kalau bawa barang sepuluh ribu, Pak,” katanya. Ucapannya ringan, seolah biasa saja. Padahal di balik rakit bambu sederhana itu, tergantung keselamatan dan kebutuhan seluruh warga Pebulahangan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tak jauh, Hamid tukang ojek pegunungan tertawa kecil saat bercerita. “Motor saya ada dua. Satu di sini, satu di seberang. Jadi kalau ada barang, ya dipikul dulu, baru lanjut dengan motor satunya.” Tawa Hamid menyembunyikan lelah, tapi juga memperlihatkan betapa manusia di kampung selalu punya cara bertahan, bahkan dalam keadaan sulit.

Namun yang paling menusuk hati adalah cerita Musriadi, guru SMP SATAP Lombang. Ia mengaku sejak jembatan itu rusak, siswanya yang tinggal di seberang jarang hadir. “Hari pertama, tidak ada satu pun yang datang,” ucapnya pelan. Di matanya saya melihat kegelisahan: bagaimana mungkin sebuah jembatan yang roboh bisa meruntuhkan semangat belajar generasi muda?

Di balik deru arus sungai, suara seorang warga, Nadi, menutup perjalanan hari itu. “Kami susah, Pak. Ke sekolah susah, ke pasar susah. Jembatan ini nyawa kami.” Suaranya lirih, tapi penuh harap. Harapan yang sederhana: sebuah jembatan yang kuat agar hidup bisa berjalan normal kembali.

Saya pulang dengan dada sesak. Jembatan itu memang tua, tapi kisah manusia di sekitarnya jauh lebih kuat.

Mereka bertahan, beradaptasi, dan terus berharap. Sementara kita pemerintah, masyarakat luas, bahkan saya sebagai penulis catatan ini ditantang untuk menjawab satu pertanyaan, berapa lama lagi mereka harus hidup di atas rakit bambu, sementara jembatan impian itu dibiarkan menunggu waktu runtuh?

Berita Terkait

Suhardi Duka Terima Audiensi LPPD Sulbar, Bahas Persiapan Pesparawi Nasional 2025
Tekankan Etika dan Independensi Pers dalam Capacity Building Wartawan
Capacity Building Wartawan, BI Perkuat Sinergi dalam Mendukung Stabilitas Ekonomi Daerah
Majelis Ilmu Miftahul Jannah Gelar Maulid Nabi, Wagub Salim S. Mengga Turut Hadir
Lewat LO, Yuki Permana Masuk Bursa KONI Mamuju
Sulbar Buktikan Kontribusi ke Demokrasi Nasional, Indeks Demokrasi Naik saat 21 Provinsi Lain Turun
Pemprov Sulbar Pastikan, Seluruh Progam Pembangunan dan Bansos, DTSEN sebagai Basis Datanya
Paipinam Tikiri, Kepala Desa yang Dikesampingkan, Tapi Tak Pernah Menyerah

Berita Terkait

Senin, 29 September 2025 - 18:21 WITA

Suhardi Duka Terima Audiensi LPPD Sulbar, Bahas Persiapan Pesparawi Nasional 2025

Senin, 29 September 2025 - 10:43 WITA

Tekankan Etika dan Independensi Pers dalam Capacity Building Wartawan

Senin, 29 September 2025 - 10:24 WITA

Capacity Building Wartawan, BI Perkuat Sinergi dalam Mendukung Stabilitas Ekonomi Daerah

Sabtu, 27 September 2025 - 21:54 WITA

Catatan Yudi Sudirman, Jembatan Gantung, Pebulahangan

Sabtu, 27 September 2025 - 17:07 WITA

Majelis Ilmu Miftahul Jannah Gelar Maulid Nabi, Wagub Salim S. Mengga Turut Hadir

Berita Terbaru