Suarasulbar.id, Mamuju – Ratusan massa dari aliansi masyarakat Sulawesi Barat (Sulbar) penolak tambang pasir melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sulbar, Jumat (9/5/).
Para pengunjuk rasa ini sempat melakukan aksi saling dorong dengan aparat kepolisian.
Aksi keributan itu terjadi di saat massa berusaha menerobos masuk kedalam kantor Gubernur Sulbar di Jl Abdul Malik Pattana Endeng, Kecamatan Simboro, Mamuju.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Awalnya demonstrasi yang berlangsung sejak pukul 14.00 Wita itu berlangsung damai dan tertib.
Bahkan Gubernur Sulbar Suhardi Duka sempat menemui massa aksi untuk menjawab aspirasi dari penolakan kehadiran tambandi Kecamatan Kalukku dan Kecamatan Karossa.
Namun, para massa aksi tidak menerima aspirasi tersebut lantaran warga atau perwakilan massa tidak diberikan kesempatan untuk melakukan tanya jawab.
Setelah SDK berbicara soal ketegasan ingin mengavulasi izin tambang di wilayah Sulbar, dia pun langsung meninggalkan massa aksi.
Gejolak kemarahan pengunjuk rasa pun memuncak di saat SDK tidak memberikan kesempatan untuk berdialog.
Para massa aksi pun kembali, berorasi secara bergantian menyampaikan aspirasi soal keberadaan tambang di daerah mereka yang dinilai mengancam lingkungan dan ruang hidup masyarakat setempat.
Kemudian sekitar pukul 16.00 Wita sore massa aksi mulai ricuh hingga terjadi aksi saling dorong dengan aparat pengamanan.
Terlihat sejumlah massa aksi dengan polisi terlibat saling dorong. Massa aksi bahkan mundur saat terus memaksa menerobos.
Koordintaor Lapangan Aliansi Masyarakat Sulnar Zulkarnaim menyatakan, rasa kekecawaannya terhadap Gubernur Sulbar karena tidak ada respon.
“Kami cuman datang dicermai, tidak ada respon (Gubernur Sulbar). Baru bapak (SDK) pulang. Sungguh kami sangat kecewa besar sekali,” kata Zul kepada wartawan.
Kata dia, permintaan masyarakat itu ada kekuatan hukum yang mengikat atau surat pernyataan dari pemerintah untuk mencabut izin pertambangan di Karossa dan Kalukku.
“Kami meminta itu berkekuatan hukum, dalam artian ada surat fisik yang kami bawa pulang, tujuanya untuk apa supaya menghentikan segala macam bentuk aktivitas pertambangan di Kalukku dan Karossa,” tegasnya.
Zul mengkhawatirkan, jika ini berlarut maka akan menimbulkan konflik horizontal di wilayahnya. Jika terjadi lantas siapa akan bertanggung jawab.
“Baku hantam ‘bunuh-bunuh’ warga di bawa Pak, kalau tidak ada hukum yang mengikat. Siapa akan bertanggung jawab kalau itu terjadi,” pungkasnya. (Tfq)