Mamuju, suarasulbar.id — Di tengah derasnya arus digitalisasi dan kompetisi ekonomi yang kian sengit, suara anak muda Mamuju bergema lantang melalui panggung Seminar Nasional Himpunan Mahasiswa Jurusan Manajemen Universitas Muhammadiyah Mamuju.
Acara yang digelar di Aula Kampus II Unimaju, Kamis (9/10/2025), menghadirkan tiga sosok inspiratif, perwakilan dari Pegadaian, Wahyudi Hodi, owner Barber Bankers Mamuju, dan Ray Akbar Ramadhan, S.E., M.M., owner Obrolan Hati Mamuju sekaligus Ketua Lintas Mamuju serta perintis pertama organisasi HMJ Manajemen Unimaju.
Namun di antara ketiganya, nama Ray Akbar menjadi sorotan. Bukan hanya karena keberhasilannya membangun Obrolan Hati, warung kopi yang kini menjadi ruang ekspresi intelektual dan ekonomi kreatif anak muda, tetapi juga karena pandangan kritisnya tentang kewirausahaan sosial dan ekologi, dua hal yang kerap terpinggirkan di tengah ambisi bisnis modern.
“Kewirausahaan sejati bukan sekadar tentang mengejar profit, tapi tentang menjaga keseimbangan antara keuntungan dan kelestarian lingkungan,” tutur Ray Akbar dalam sesi wawancara.
Baginya, orientasi bisnis tanpa nurani adalah bencana jangka panjang. Ia mengingatkan bahwa banyak perusahaan besar di Indonesia yang mengejar keuntungan tanpa memperhitungkan dampak ekologis.
“Kita melihat sendiri bagaimana eksploitasi alam terus berlangsung. Bahkan, ada organisasi keagamaan yang diajak mengelola tambang. Padahal jelas, pertambangan yang tak terkendali itu merusak bumi dan merugikan manusia,” ujarnya dengan nada tegas.
Obrolan Hati yang ia dirikan bukan hanya tempat menyeruput kopi. Ia menyebutnya sebagai ruang dialog, tempat anak muda berdiskusi tentang ide, gagasan, dan kejujuran.
“ini bukan sekadar warung kopi. Kami ingin menciptakan ruang ekonomi kreatif yang produktif dan inovatif di kalangan pemuda,” kata Ray.
Namun perjalanan Obrolan Hati tak semulus bayangan. Sejak berdiri hingga kini, usaha itu berjalan tanpa sentuhan nyata dari pemerintah.
“Kami belum pernah merasakan kehadiran pemerintah dalam perjalanan bisnis kami. Semua kami jalani dengan kaki sendiri,” ungkapnya.
Meski demikian, Ray tidak menaruh pesimisme. Ia justru melihat tantangan itu sebagai energi untuk terus bergerak. Menurutnya, kemandirian dan integritas adalah nilai penting dalam dunia usaha.
Ray menegaskan bahwa wirausaha sejati harus lahir dari karakter yang kuat
“Kata wirausaha berasal dari perwira, yang artinya berani, disiplin, dan teguh pada prinsip. Karena itu, seorang wirausahawan tidak boleh lemah, tidak boleh mudah menyerah,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa tiga nilai utama harus menjadi fondasi setiap aktivitas bisnis, nilai kemanusiaan, nilai kealaman, dan nilai ketuhanan.
“Kalau tiga nilai ini dijaga, maka bisnis apapun akan membawa berkah, bukan bencana,” katanya mantap.
Di hadapan mahasiswa Unimaju, Ray memberi pesan yang menggugah.
“Mari kita banyak belajar dan menganalisis, tapi yang lebih penting mari kita jujur,” serunya.
Ia mengkritik keras era globalisasi yang penuh kepalsuan dan manipulasi informasi.
“Kita hidup di zaman ketika kebohongan menjadi hal biasa. Maka tugas anak muda hari ini adalah melahirkan peradaban kejujuran, meskipun kejujuran itu berisiko dan bisa menjadi taruhan nyawa,” ucapnya dengan penuh penekanan.
Seminar Nasional ini menjadi lebih dari sekadar forum akademik. Ia menjelma sebagai cermin bagi generasi muda untuk menatap masa depan dengan kesadaran baru bahwa keberhasilan sejati tidak diukur dari seberapa banyak keuntungan, tapi seberapa besar manfaat yang diberikan bagi manusia dan alam.
“Bisnis boleh modern, tapi nurani harus tetap lokal. Kita lahir dari tanah ini, maka kita harus menjaga bumi dan nilai-nilai kemanusiaan di dalamnya.” Tutup Ray Akbar